Pesta Durian Warnai Turing Perdana Suzuki Jimkat Mahakam, dari Samarinda “Tembus” ke Tabang
3 min readPERJALANAN penuh kenangan bagi anggota Suzuki Jimny-Katana Mahakam (SJM) Samarinda, berhasil dilibas pada Sabtu (20/1) hingga Minggu (21/1) lalu. Setelah sukses melakukan perjalanan sejauh 500 Kilometer (KM), menggunakan mobil Katana kebanggaan masing-masing. Rute yang ditempuh dari Kota Samarinda sampai Desa Tukung Ritan, terletak di Kecamatan Tabang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).
“Memang ini perjalanan pertama saya bersama Jimkat Mahakam, menempuh jarak yang sangat jauh. Menggunakan mobil Katana. Dari Kota Samarinda ke Desa Tukung Ritan, di Tabang. Jarak yang ditempuh pulang-pergi sepanjang 500 Kilometer. Alhamdulillah berjalan lancar, tanpa ada kendala,” ucap Eko, selaku koordinator turing perdana Jimkat Mahakam desa yang terletak pdi kecamatan paling pengujung Kukar .
Acara “ngegas” mobil jadul pabrikan Suzuki tersebut, diikuti sebanyak 8 pengemudi. Selain Eko, ada Budi, Deni, Yuli, Rizal, Idin, Faris dan Tatuk. Masing-masing membawa penumpang. Ada bawa istri dan anak, rekan kerja dan sehobi serta lainnya. Apalagi Yuli, tidak tanggung-tanggung juga memboyong sang ibu tercinta. Hebatnya lagi, si ibu pun tetap sehat dan segar-bugar sepanjang mengikuti turing Jimkat Mahakam.
“Kami berangkat dari Samarinda sekitar pukul 10.Wita, Sabtu (20/1) pagi. Setelah itu meluncur ke Tenggarong, bertemu dengan seorang rekan. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju Kecamatan Kota Bangun. Setibanya di Kota Bangun, kami beristirahat untuk makan siang. Tapi sebelum itu, rombongan sempat mampir di sebuah masjid Desa Loleng, untuk salat zuhur,” jelasnya.
Seusai makan dan berhenti sejenak, rombongan meluncur lagi. Menapaki badan jalan mulus sepanjang 14 Kilometer di Jalan Layang Jembatan Martadipura sampai Desa Sebelimbing. Namun menyelesaikan melibas jembatan terpanjang di Indonesia tersebut, karet bundar alias ban mobil Katana Eko dan kawan-kawannya harus melibas jalan keriting di kawasan Desa Semayang sampai Teluk Muda.
“Memang dari Tenggarong, tepatnya selepas kawasan Jahab sampai Senoni, kondisi jalan kami lalui bervariasi. Ada jalan mulus, bergelombang dan tidak sedikit pula penuh lobang-lobang. Itu harus berhati-hati agar tidak terjadi hal buruk. Kami selalu saling mengingatkan di sepanjang perjalanan. Melalui radio HT (Handy Talkie) masing-masing pengendara,” tambah Eko.
Laju kendaraan rombongan Eko dan kawan-kawan kembali stabil. Begitu perjalanan memasuki kawasan Desa Tuana Tuha, Kecamatan Kenohan. Diteruskan melintasi sejumlah desa di wilayah Kecamatan Kembang Janggut. Menjelang senja, rombongan turing mobil Katana itu beristirahat di sebuah musala Desa Kembang Janggut. Seusai melaksanakan salat magrib, mereka kembali tancap gas ke arah Kecamatan Tabang.
“Dari Kembang Janggut kami lewati lagi beberapa desa. Seperti Kelekat, Bukit Layang, Perdana, Pulau Pinang serta Long Beleh. Itu masih termasuk wilayah Kecamatan Kembang Janggut. Nah setelah itu mulai masuk kawasan Kecamatan Tabang. Yaitu Desa Gunung Sari, kemudian Long Lalang dan Muara Ritan. Kami melewati Jembatan Sungai Belayan untuk sampai di Desa Tukung Ritan,” katanya lagi.
Sekitar pukul 20.00 Wita, rombongan tiba di lokasi tujuan. Perjalanan tercatat telah ditempuh sepanjang 250 Kilometer dari Samarinda ke Tukung Ritan. Di mana waktu tempuh mencapai 8-10 jam. Tentu saja peserta turing Katana itu didera rasa lelah. Namun demikian, semangat mereka tetap membara. Sebab setelah bersantap malam, sebagian dari bapak-bapak itu yakni Eko, Deni, Yuli, Asep, Rizal, Adam, Hen, Idin serta Faris memilih tidur di tenda.
“Kami membangun tenda di areal kebun durian milik keluarga Bang Idin yang kali ini jadi penunjuk jalan. Lokasinya terletak di bagian seberang Desa Tukung Ritan. Malam itu juga kami nyeberang pakai ketinting. Nah setelah itulah lelah kami terbayar lunas. Kenapa? Karena bisa menyaksikan langsung durian jatuh dari pohonnya. Tentu kondisinya sudah masak. Durian itu langsung kami santap rame-rame. Sungguh nikmat. Ini pengalaman pertama dan luar biasa untuk kami,” ujar Deni.
Jadilah sepanjang malam itu, Eko, Deni dan kawan-kawannya mengadakan pesta makan durian segar. Setiap terdengar bunyi “krassak bukk” masing-masing terjaga dari tidur, lalu bangkit keluar tenda. Untuk mencari gambar bulat berduri berwarna hijau tua dan sedikit kuning, serta bau wangi menyengat. Bahkan pagi itu pun mereka sarapan dengan durian segar yang sempat dikumpulkan.
“Sebelum pulang ke Samarinda. Pagi itu kami juga sempat mandi di Sungai Belayan yang melintasi Desa Tukung Ritan. Wih air sungainya terasa segar. Sekitar jam 11 pagi Minggu (21/1) itu, kami meluncur lagi menuju Samarinda. Malam sekitar jam 8 lewat, Alhamdulillah kami sampai di kediaman masing-masing,” kata Eko. (and)